Nama
:
restiana
Kelas
: 1EA05
NPM
: 15215776
”TANGGUNG JAWAB HAK ASASI”
Hak asasi manusia menurut alinea kedua Pembukaan Piagam Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar yang secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan
Yang Maha Esa yang melekat dan dimiliki setiap manusia, bersifat universal dan
abadi, meliputi hak hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan kesejahteraan oleh karena itu
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa
berupa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk
membedakan yang baik dan yang buruk yang akan mengarahkan dan membimbing sikap
dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan demikian maka manusia
memiliki budi sendiri dan karsa yang merdeka secara sendiri, manusia memiliki
martabat dan derajat yang sama, maka manusia memiliki hak-hak dan kewajiban
yang sama pula. Derajat manusia yang luhur (human dignity), nilai-nilai manusia yang luhur berasal dari
Tuhan sebagai sang pencipta. Dengan akal budi dan nuraninya tersebut, maka
manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya.
Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan tersebut manusia
memilki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukannya. Kebebasan dan hak-hak dasar itulah yang disebut dengan hak asasi
manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa. Hak-hak tersebut tidak dapat diingkari, oleh sebab itu pengingkaran
terhadap hak tersebut berarti mengingkari harkat dan martabat manusia. Negara,
pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan
melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti
bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titk tolak dan tujuan dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam
penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
menyatakan bahwa sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai
penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku
yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya,
bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku
tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia,
baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau
sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang masuk
kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat ( grossviolation of human rights). Kewajiban menghormati hak asasi manusia
tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang
berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan,
hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan
memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu,
serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal
28A sampai Pasal 28Y Undang-Undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak
asasi manusia. Pada kenyataannya selama lebih dari enam puluh tahun usia
Repubilk Indonesia, pelaksanaan penghormatan, perlindungan, atau penegakkan hak
asasi manusia jauh dari memuaskan.
Penjelasan umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia juga mengungkapkan bahwa peristiwa-peristiwa berupa penangkapan
yang tidak sah, penculikan, pemberangusan mengemukakan pendapat, pengniayaan,
perkosaan, penghilangan paksa, pembakaran rumah tinggal dan tempat ibadah,
penyerangan pemuka agama. Selain itu, terjadi pula penyalahgunaan kekuasaan
oleh pejabat publik dan aparat negara yang seharusnya menjadi penegak hukum,
pemelihara keamanan, dan pelindung rakyat, tetapi justru mengintimidasi,
menganiaya, menghilangakan paksa dan atau menghilangkan nyawa, tidak dapat
dipungkiri bahwa pelanggara-pelanggaran tersebut masih terjadi. Meskipun dalam
tata urutan perundang-undangan yang terbaru Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat telah dihapus, yaitu diatur Pasal 7 dalam Undang-Undang No. 10 Tahun
2004 Tentang Jenis dan Hierarki Perundang-undangan Indonesia, pelaksanaan
kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tersebut, pertama kali dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/II/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Selain itu pengaturan mengenai hak
asasi manusia pada dasarnya sudah tercantum dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, termasuk Undang-Undang yang mengesahkan berbagai konvensi
internasional mengenai hak asasi manusia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka untuk memayungi seluruh
peraturan perundang-undangan yang sudah ada, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Hak Asasi Manusia, oleh sebab itu maka dibentuklah Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dengan dibentuknya Undang-undang ini
agar terdapat sumber hukum yang tegas dalam mengatur pelaksanaan penegakkan dan perlindungan
terhadap HAM di Indonesia. Dalam sejarah perkembangannya pada dasarnya Hak
Asasi Manusia dapat dicakup dalam beberapa bidang, yaitu: Hak asasi manusia
bidang sipil seperti hak hidup, hak warga negara, hak mengembangkan diri,
hak-hak wanita, dan hak-hak anak; hak asasi manusia bidang politik seperti
turut serta dalam pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat atau pikiran, hak
untuk berserikat dan lain-lain; Hak asasi manusia bidang sosial seperti hak
memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas
kesejahteraan dan lain-lain.; Hak asasi manusia bidang budaya seperti hak untuk
memeluk, menjalankan ibadah menurut agama atau kepercayaan, hak untuk
mengembangkan budaya dan lain-lain (Puslitbang Diklat Mahkamah Agung RI, 2001:
131).
Kewajiban dan tanggung jawab negara, dalam hal ini Pemerintah terhadap
pelaksanaan dan penegakkan HAM, mengingat perlindungan hak asasi manusia adalah
menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara yang dilakukan Pemerintah, hal
tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang
tersebut negara wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang
ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak
asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia. Meskipun demikian
pelaksanaan penegakkan dan perlindungan HAM di Indonesia masih jauh dari yang
diharapkan masyarakat pada umumnya karena Pemerintah dinilai dalam
pelaksanaannya belum dapat menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan
HAM, seperti : kasus Tanjung Priok, peristiwa 27 Juli 1996, kasus Timor-Timur,
bahkan kasus meninggalnya aktivis HAM Munir yang sampai saat ini belum
terungkap. Kewajiban dan tanggung jawab negara terhadap penegakkan HAM terutama
di bidang sipil dan politik pun, peran negara masih sangat dipertanyakan hal
ini dapat dilihat dengan masih banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak dibidang
sipil yang menyangkut hak hidup, hak warga negara, hak mengembangkan diri, hak
wanita dan hak anak-anak. Bidang politik pun yang mencakup hak turut serta
dalam pemerintahan, hak mengeluarkan pendapat atau pikiran serta hak untuk
berserikat masih terjadi pelanggaran. Hal tersebut terjadi karena masih
lemahnya negara dalam pelaksanaan kewaiban dan tanggung jawabnya terhadap HAM
terutama di bidang sipil dan politik sebagai mana telah diatur dalam
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar